
Lonjakan Kasus Kanker Kolorektal di Kalangan Milenial dan Gen Z Singapura
Energi Juang News, Jakarta- Di Singapura, terjadi peningkatan signifikan kasus kanker kolorektal di kalangan generasi milenial dan Gen Z, kelompok usia yang sebelumnya jarang terdampak penyakit ini.
Kanker kolorektal, yang umumnya menyerang individu berusia 50 tahun ke atas, kini semakin banyak ditemukan pada mereka yang berusia lebih muda.
Salah satu kasus menonjol adalah Ambrose Lee, seorang pria berusia 36 tahun yang pertama kali merasakan gejala pada Juli 2022. Lee mengalami jantung berdebar-debar, sesak napas, dan kelelahan ekstrem setelah berjalan jarak pendek.
Awalnya, ia mengira gejala tersebut terkait dengan pemulihan pasca COVID-19, mengingat ia pernah terinfeksi sebelumnya.
Setelah memeriksakan diri ke dokter umum dan tidak menemukan kelainan, Lee dirujuk ke Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong untuk pemeriksaan lebih lanjut. Tes darah menunjukkan kadar sel darah merahnya sangat rendah.
Dokter awalnya menduga ia menderita talasemia, sebuah kelainan darah bawaan. Namun, setelah pemberian infus zat besi tidak meningkatkan kadar zat besinya, dokter mencurigai adanya perdarahan internal.
Lee menjalani serangkaian pemindaian yang tidak menunjukkan tanda-tanda perdarahan internal. Sebagai langkah terakhir, dokter melakukan kolonoskopi dan endoskopi bagian atas untuk memeriksa saluran pencernaan dan usus besar.
Selama prosedur tersebut, ditemukan adanya tumor di usus besar yang kemudian dikonfirmasi sebagai kanker kolorektal.
Kasus seperti yang dialami Lee menyoroti pentingnya kesadaran akan gejala awal kanker kolorektal, terutama di kalangan generasi muda. Gejala seperti kelelahan ekstrem, sesak napas, dan perubahan pada kebiasaan buang air besar tidak boleh diabaikan. Pemeriksaan dini dan deteksi tepat waktu sangat krusial untuk meningkatkan peluang kesembuhan.
Makin Banyak Laporan Kasus
Lee hanya salah satu dari semakin banyaknya orang dewasa muda yang didiagnosis dengan kanker kolorektal.
Kanker kolorektal biasanya dimulai dengan pertumbuhan jaringan, yang disebut polip, pada lapisan dalam usus besar atau rektum, yang dapat berkembang menjadi kanker seiring waktu.
Sebuah studi terkini oleh Singapore General Hospital (SGH) dan National Cancer Centre Singapore (NCCS) telah mengungkap tren pergeseran kanker kolorektal di Singapura, khususnya di kalangan orang dewasa di bawah usia 50 tahun.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal JMIR Public Health and Surveillance pada bulan Februari ini menganalisis 53.044 kasus kanker kolorektal yang diidentifikasi dari Singapore Cancer Registry antara 1968 dan 2019.
Di antara kasus-kasus tersebut, 6.183 kasus melibatkan individu berusia 20 hingga 49 tahun yang didiagnosis dengan kanker kolorektal dini.
Studi ini menemukan tingkat kejadian kanker kolorektal dini berdasarkan usia meningkat dari 5 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 9 per 100.000 pada 1996, dan terus naik secara tahunan dengan rata-rata peningkatan 2,1 persen.
Hal ini diikuti oleh peningkatan yang lebih lambat menjadi 10 per 100.000 pada 2019, meningkat sebesar 0,64 persen per tahun.
Data tersebut juga mengungkapkan perbedaan demografi.
Orang Melayu mengalami peningkatan yang cepat dan terus-menerus dalam insiden kanker kolorektal di semua kelompok umur. Namun, di antara orang Tionghoa berusia 20 hingga 49 tahun, hanya kasus kanker rektal yang menunjukkan tren peningkatan.
Kanker kolorektal adalah kanker paling umum di antara pria dan kanker paling umum kedua di antara wanita di Singapura, setelah kanker payudara.
Dr Lionel Chen, konsultan di departemen bedah kolorektal SGH, mengatakan kanker kolorektal dini mencapai 10 hingga 12 persen dari semua kasus kanker kolorektal yang didiagnosis setiap tahun, dan sekitar satu dari 10 pasien mungkin berusia di bawah 50 tahun.
Asisten profesor Dawn Chong, konsultan senior di divisi onkologi medis salah satu klinik Singapura, mengatakan orang yang lebih muda didiagnosis dengan kanker kolorektal mungkin memiliki faktor dari riwayat genetik.
Dr Chen mengatakan riwayat keluarga kanker kolorektal, terutama pada kerabat dekat seperti orang tua atau saudara kandung yang didiagnosis pada usia muda, secara signifikan meningkatkan risiko seseorang terkena kanker kolorektal dini.
Sementara efek kemoterapi berdampak buruk pada Lee. Jari-jari tangan dan kakinya akan terus-menerus terasa mati rasa, dan ia kehilangan sebagian besar indra perasanya.
“Gejala yang paling serius adalah kelelahan. Beberapa hari, saya hampir tidak bisa bangun dari tempat tidur atau melakukan apa pun karena saya merasa benar-benar terkuras. Rasanya seperti mengalami mabuk, tetapi tiga kali lebih buruk,” katanya.
Redaksi Energi Juang News