
Wabup Flotim Tanggapi Aksi Mahasiswa Terkait Arak: Polisi Tidak Bisa Disalahkan
Energi Juang News, Jakarta-Wakil Bupati Flores Timur, Ignasius Boli Uran, menegaskan bahwa aparat kepolisian tidak bisa disalahkan atas penyitaan 20 liter arak dalam operasi penyakit masyarakat (pekat) beberapa waktu lalu. Penindakan tersebut sempat menuai kritik dari warga dan mahasiswa yang menilai langkah itu berpotensi mematikan budaya dan penghidupan masyarakat lokal.
“Kita seharusnya berterima kasih kepada pihak kepolisian. Kalau mereka benar-benar ingin menegakkan Perda Nomor 3 Tahun 2014, tentu semua arak akan disita,” ujar Ignas Uran saat menerima massa aksi di Aula Setda Flores Timur, Selasa (10/6/2025) lalu.
Menurutnya, operasi pekat merupakan kegiatan rutin aparat keamanan dan tidak semata-mata bertujuan menegakkan perda. Ia pun mengimbau masyarakat agar memahami konteks pelaksanaan operasi tersebut.
Sebelumnya, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Cipayung Plus Flores Timur menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Bupati. Mereka mendesak Pemda segera melegalkan penjualan arak sebagai upaya mendukung perekonomian masyarakat sekaligus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Selain itu, mereka meminta pemerintah mensosialisasikan kembali Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta segera merumuskan aturan teknisnya dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup).
Situasi sempat memanas ketika Wabup mengajak massa masuk ke aula untuk berdialog, meski saat itu orasi masih berlangsung. Ketegangan mereda setelah massa bersedia masuk dan melakukan dialog terbuka.
Tuntutan Segera Terbitkan Perbup
Koordinator aksi, David Goa Lein, menyoroti belum adanya peraturan teknis yang menjabarkan pelaksanaan perda.
“Kami mendesak agar Perbup segera diterbitkan agar tidak ada celah hukum yang bisa disalahgunakan untuk menekan para penyuling arak,” ujarnya di hadapan Wabup, Sekda Petrus Pedo Maran, dan sejumlah pejabat OPD.
David juga menyarankan adanya sosialisasi ulang kepada para penyuling agar aturan perda benar-benar dipahami masyarakat.
Menanggapi hal itu, Wabup Ignas mengaku bahwa sosialisasi memang telah dilakukan sejak awal perda diberlakukan, namun diakui bahwa partisipasi masyarakat saat itu masih sangat minim, sehingga diperlukan upaya ulang.
Sementara itu, aktivis mahasiswa lainnya, Irvan Bedanaen, mendesak agar perda tersebut segera dievaluasi dan disosialisasikan lebih luas. Ia juga meminta dinas terkait turun langsung ke lapangan untuk berdialog dengan para penyuling dan menyusun nota kesepahaman bersama mahasiswa.
“Setelah ini, kita bisa bersama-sama menyusun nota kesepahaman,” ungkap Irvan.
Menanggapi usulan tersebut, Wabup menyatakan kesiapan pihaknya mempercepat penyusunan Perbup dan meminta para penyuling tetap menjalankan aktivitasnya sambil melengkapi dokumen yang diperlukan.
“Kegiatan menyuling tetap berjalan. Tapi mereka harus menyiapkan dokumen yang dibutuhkan. Pak Sekda dan Kadis Perindag akan turun langsung ke lapangan untuk pendataan,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa NTT merupakan salah satu provinsi dengan tingkat premanisme tinggi yang berkaitan dengan konsumsi alkohol berlebihan, sehingga pengawasan tetap dibutuhkan.
Arak sebagai Tradisi dan Mata Pencaharian
Ignas menegaskan bahwa arak tidak semata dianggap sebagai minuman keras, tetapi juga merupakan bagian penting dari budaya dan identitas masyarakat Flores Timur.
“Kita harus melindungi masyarakat kita, terutama orang tua yang menggantungkan hidup dari produksi arak,” jelasnya.
Dalam dialog tersebut, peserta aksi juga menyampaikan kondisi sosial di kampung. Salah satunya, Nandos Koten, menuturkan bagaimana sebagian besar orang tua di pelosok desa menggantungkan penghasilan dari sadapan nira.
“Yang menyuling tuak kebanyakan bahkan tidak tamat SD. Maka sosialisasi harus disesuaikan dengan kondisi mereka,” tutupnya.