Watu Kandang: Pendakian Terakhir di Bukit Yang Menakutkan

Watu Kandang: Pendakian Terakhir di Bukit Yang Menakutkan

Berita Energi Juang, Jakarta– Hari itu, langit di atas Trenggalek mendung menggantung. Udara desa Pandean terasa lebih dingin dari biasanya.

Enam siswa SMA dari kota berniat mendaki Watu Kandang, bukit bebatuan yang oleh warga disebut angker. Tujuan mereka adalah membuat dokumentasi video untuk tugas akhir sekolah.

Saat sebelum memulai pendakian, mereka bertemu dengan Pak Giman sesepuh setempat.

Bayu salah satu siswa memulai obrolannya: “Pak, kenapa Watu Kandang disebut angker? Bukankah cuma tebing batu biasa?

Pak Giman menunduk, sambil menghembuskan asap rokok berkata, “Watu Kandang bukan tempat wisata, Nak. Itu pagar alam.”

“Dulu, banyak warga hilang di sana. Ada yang kembali, tapi linglung bahkan ada yang cuma tinggal bajunya.” tambah Pak Giman.

Bayu memastikan mendapat restu “Tapi kan sekarang aman?”

Pak Giman menatap tajam kearah Bayu, sambil berpesan ke mereka,
“Kalau kamu dengar suara gamelan atau tangisan di tengah jalan, jangan dijawab. Jangan menoleh, apalagi kalau ada yang memanggil dari balik batu.”

Meski sudah ada kisah mistis turun temurun dan sudah diperingatkan warga, mereka tetap nekat menaiki bukit itu ,mereka menganggap kisah mistis hanya bumbu lokal belaka.

Namun sejak kaki mereka menginjak jalur setapak menuju puncak, atmosfer berubah sunyi. Bahkan terlalu sunyi karena tak ada suara burung, bahkan suara angin seperti lenyap ditelan bumi. Aura mistis sudah mereka rasakan namun tidak dipedulikan mereka.

Di tengah perjalanan pendakian, salah satu dari mereka Lina mengaku mendengar suara perempuan menangis. “Hai kalian dengar ga suara tadi?” tanya Lina.

“Ga denger apa apa tuh! memang Lina denger apa?” Dedi balik bertanya keheranan.

Teman teman yang lain juga tidak merasa mendengar apapun disekitar area itu. Mereka saling menatap yang lain, memastikan tak mendengarnya.

Karena hari menjelang malam, mereka memutuskan mendirikan tenda disekitar area itu. Saat malam pukul 01,00 dinihari, tenda mereka bergetar hebat seperti dihantam angin hingga roboh, padahal udara begitu tenang.

Mereka terbangun dan berusaha memastikan teman temannya dalam keadaan baik baik saja. Namun, Dedi anggota kelompok yang paling cerewet menghilang.

Kepanikan melanda kelompok tersebut, yang menyisakan rasa takut karena teringat pesan dari Pak Giman saat sebelum mendaki bukit.

Keesokan pagi mereka melanjutkan pencarian Dedi namun tak membuahkan hasil.

Saat menjelang siang barulah ditemukan sepatu Dedi di tepi jurang Watu Kandang, dengan bekas telapak kaki yang menuju ke tebing namun tidak ada jejak kembali.

Ketika mereka mencoba turun, jalanan yang semula mereka lalui terasa asing. Waktu seperti terhenti, matahari tak bergerak.

Selama mereka berjalan berjam-jam, namun tetap kembali ke tempat yang sama hanya mengitari batu besar berbentuk mirip kepala kerbau.

Keanehan demi keanehan membuat bulukuduk mereka berdiri, dan rasa takut makinmenaungi mereka.

Akhirnya, Lina menyadari kesalahan yang mereka perbuat dan memohon minta maaf kepada arwah tak kasat mata yang menguasai Watu Kandang.

Ia menundukan kepala dan membakar dupa kecil yang dibawanya dari rumah.

Setelah ritual yang dilakukan Lina, barulah mereka menemukan jalan yang mulai terbuka.

Dengan susah payah dan ditakuti akan menjadi korban berikutnya, mereka berlari tergesa gesa untuk sampai ke desa terdekat.

Hingga mereka berhasil kembali ke desa, dengan pakaian basah kuyup meski tak ada hujan.

Bersama warga desa mereka melanjutkan pencarian Dedi, namun hingga sore tiba tak ada warga yang berani melanjutkan pencarian

Barulah hari ketiga setelah kejadian Dedi ditemukan warga desa dalam keadaan pingsan dan tubuh penuh luka. Setelah tersadar Dedi dibawa kerumah Pak Giman.

Disana ia menceritakan pengalamannya. Dedi mendengar panggilan namanya yang dikira temanya, namun saat dicari sumber suara, ia bertemu perempuan pencari rumput dimalam itu dan diajak singgah ke rumahnya. Anehnya Dedi menuruti ajakan perempuan pencari rumput tersebut.

Anehnya saat ia mengikuti perempuan misterius itu, ia seperti dibawa ke alam yang ia tidak kenali. Bahkan sosok yang ia temui semuanya berubah menjadi sosok yang menyeramkan.

Ada yang kakinya terpotong dengan darah yang masih mengucur, ada pula sosok tubuh tanpa kepala berjalan membuntutinya, membuat ia ketakutan.

Saat akan berniat kabur ia justru arwah itu mencegahnya, dan menjepit kaki Dedi dibawah batu besar itu. Antara sakit dan takut sehingga membuat Dedi tak sadarkan diri.

Namun warga percaya bahwa yang hilang di Watu Kandang, tak benar-benar mati. Mereka hanya ditahan… oleh sesuatu yang tak terlihat.

Redaksi Energi Juang News

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS

Wordpress (0)
Disqus (0 )
Aktifkan Notifikasi Berita Terbaru? Aktifkan Tidak