
TNI Gerebek Bandar Narkoba: Penegakan Hukum atau Pelanggaran Konstitusi?
Oleh: Iranto
(Aktivis, Social Media Specialist)
Energi Juang News, Jakarta-Upaya pemberantasan narkoba memang patut diapresiasi, terutama ketika melibatkan keberanian aparat dan partisipasi masyarakat. Namun, keberanian semata tidak cukup jika tidak diiringi dengan pemahaman batas kewenangan. Dalam kasus terbaru di Bima, keterlibatan anggota TNI dalam penggerebekan pelaku narkoba patut dipertanyakan legalitasnya. Meski niatnya baik, tindakan tersebut justru berpotensi melemahkan proses hukum itu sendiri.
Menurut hukum yang berlaku, khususnya dalam KUHP dan KUHAP, hanya institusi yang diberi kewenangan secara eksplisit yang dapat melakukan penindakan pidana. TNI, sebagaimana diatur dalam undang-undang, bukanlah aparat penegak hukum dalam konteks pidana umum. Dengan demikian, penangkapan yang dilakukan oleh TNI tanpa koordinasi atau pelibatan Polri bisa dianggap tidak sah dan batal demi hukum.
Implikasinya sangat serius: pelaku kejahatan bisa lolos dari jerat hukum hanya karena prosedur yang tidak tepat.
Pernyataan dari pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, memperkuat argumen ini. Ia menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan bukan oleh institusi berwenang akan menyebabkan proses hukum menjadi sia-sia. Hal ini tentu menjadi ironi ketika niat memberantas kejahatan justru menghasilkan celah hukum yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku.
Lebih jauh, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, juga menekankan pentingnya koordinasi antara TNI dan institusi penegak hukum seperti Polri. Jika memang ada laporan masyarakat terkait aktivitas kriminal, maka mestinya diserahkan atau dikoordinasikan dengan aparat yang berwenang. Dengan begitu, hukum tetap ditegakkan tanpa melanggar aturan main yang sudah ditetapkan negara.
Penggerebekan oleh TNI tanpa kewenangan yang jelas bukan hanya persoalan teknis, tapi juga menyangkut prinsip dasar negara hukum. Tidak boleh ada aparat, sekuat dan seberani apapun, yang bertindak di luar batas konstitusi. Jika kita membenarkan pelanggaran prosedur hanya karena tujuannya baik, maka kita membuka jalan bagi kekacauan hukum dan potensi penyalahgunaan kekuasaan di masa depan.
Keterlibatan militer di ranah sipil ini membuktikan lemahnya penegakan hukum di negeri ini. Kredibilitas pihak kepolisian dalam menegakan hukum di Indonesia wajib dipertanyakan. selain itu, timpang tindih fungus militer dan sipil akan menimbulkan eskalasi konflik baru nantinya.
Redaksi Energi Juang